Kamis, 15 Januari 2015

PENDISTRIBUSIAN KARTU TRISAKTI PEMERINTAH MELANGGAR UU, DAN BERNUANSA BISNIS


PENDISTRIBUSIAN KARTU TRISAKTI PEMERINTAH MELANGGAR UNDANG-UNDANG

Pendistribusian Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) membagikan tiga kartu sakti Jokowi yaitu KIS (Kartu Indonesia Sehat), Kartu Indonesia Pintar(KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Namun, pendistribusian tiga kartu tersebut di seluruh kabupaten atau Kota  ternyata masih amburadul.
Di beberapa daerah, banyak sekali di temukan pendistribusiannya sangat mengecewakan. Bahkan penerima kartu itu cendrung di terima oleh masyarakat yang bukan berhak menerimanya.
Saya banyak laporan di daerah, selain mereka penerima tidak berhak juga masih banyak di temukan orang yang berhak tidak mendapatkan karna kurangnya sosialisasi, 
Pemerintah harus menggunakan  data terbaru, bukan menggunakan data yang sudah karatan,TAHUN 2011 dalam pelaksanaan program dalam uu harus data terbaru paling lama 2 tahun.  , Bagaimana Saudara bisa menduga orang meninggalpun masuk dalam data,  apakah menemukan hal yang sama di daerah saudara, mari bersama awasi??
Pemerintah juga harus memberikan sosialisasi dengan jelas kepada masyarakat penerima, karna banyak sekali di temukan, kartu sakti jokowi (KIS, KIP, KKS) ini tidak di mengerti penggunaanya, sehingga semua di jadikan untuk kubutuhan konsumerisme. Pembagian kartu ini menjadi mubazir, karna di gunakan tidak sesuai dengan peruntukannya, 
Dugaan Penyimpangan Pendistribusian:
1.      Data yang penerima dari data BPS 2011, tidak di abdatenya data, melanggar UUD uu no.13 Pasal 8, ayat (5). tahun 2011 - : tentang data kemiskinan harus di abdate sekali 2 tahun: Pendataan Fakir Miskin: Verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali.
2.   Pada Kartu yang di temukan adanya di temukan provider, kartu telpon, XL, M3 dan Telkomcell. Sehingga dengan demikian akan ada unsur bisnisnya, sementara pekerjaan sosial di lapangan di jadikan kedok, dengan demikian di duga ada pihak ke 3 yang bermain.
      KKS kepada 15,5 juta, KIP 11,1 juta siswa, KIS 86, 4 juta penduduk, Di perkirakan 117 jt cip kartu telpon di gunakan, pertanyaanya apakah juga nomor ini harus di gunakan. Patut di duga ada nuansa Bisnis dalam penentuan Simcard ini.
Saran
-     -Untuk itu perlu rasanya penataan kembali pemberian dan pendistribusian kartu sakti pemerintah ini.
-Dilibatkan Pemerintah kab/kota, bahkan sampai ketingkat bawah camat dan Desa yang tahu data siapa yang berhak menerima semua Kartu Program Pemerintah tersebut.
wass. H. MHD. A.S
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2011
TENTANG
PENANGANAN FAKIR MISKIN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara
mempunyai tanggung jawab untuk memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa;
b. bahwa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara
bertanggung jawab untuk memelihara fakir miskin
guna memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi
kemanusiaan;
c. bahwa untuk melaksanakan tanggung jawab negara
sebagaimana dimaksud pada huruf b, diperlukan
kebijakan pembangunan nasional yang berpihak pada
fakir miskin secara terencana, terarah, dan
berkelanjutan;
d. bahwa pengaturan mengenai pemenuhan kebutuhan
dasar bagi fakir miskin masih tersebar dalam
berbagai peraturan perundang-undangan, sehingga
diperlukan pengaturan penanganan fakir miskin yang
terintegrasi dan terkoordinasi;
e. bahwa . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id-2-
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d
perlu membentuk Undang-Undang tentang
Penanganan Fakir Miskin;
Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28H
ayat (1) dan ayat (2), Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4),
dan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN FAKIR
MISKIN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak
mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau
mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak
mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar
yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau
keluarganya.
2. Penanganan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id-3-
2. Penanganan fakir miskin adalah upaya yang terarah,
terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan
kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta
fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap
warga negara.
3. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan pangan,
sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, dan/atau pelayanan sosial.
4. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau
Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang sosial.
Pasal 2
Penanganan fakir miskin berasaskan:
a. kemanusiaan;
b. keadilan sosial;
c. nondiskriminasi;
d. kesejahteraan;
e. kesetiakawanan; dan
f. pemberdayaan.
BAB II . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id-4-
BAB II
HAK DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 3
Fakir miskin berhak:
a. memperoleh kecukupan pangan, sandang, dan
perumahan;
b. memperoleh pelayanan kesehatan;
c. memperoleh pendidikan yang dapat meningkatkan
martabatnya;
d. mendapatkan perlindungan sosial dalam
membangun, mengembangkan, dan memberdayakan
diri dan keluarganya sesuai dengan karakter
budayanya;
e. mendapatkan pelayanan sosial melalui jaminan
sosial, pemberdayaan sosial, dan rehabilitasi sosial
dalam membangun, mengembangkan, serta
memberdayakan diri dan keluarganya;
f. memperoleh derajat kehidupan yang layak;
g. memperoleh lingkungan hidup yang sehat;
h. meningkatkan kondisi kesejahteraan yang
berkesinambungan; dan
i. memperoleh pekerjaan dan kesempatan berusaha.
Pasal 4
Fakir miskin bertanggung jawab:
a. menjaga diri dan keluarganya dari perbuatan yang
dapat merusak kesehatan, kehidupan sosial, dan
ekonominya;
b. meningkatkan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id-5-
b. meningkatkan kepedulian dan ketahanan sosial
dalam bermasyarakat;
c. memberdayakan dirinya agar mandiri dan
meningkatkan taraf kesejahteraan serta berpartisipasi
dalam upaya penanganan kemiskinan; dan
d. berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan
bagi yang mempunyai potensi.
BAB III
PENANGANAN FAKIR MISKIN



Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
Penanganan fakir miskin dilaksanakan secara terarah,
terpadu, dan berkelanjutan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat.
Pasal 6
Sasaran penanganan fakir miskin ditujukan kepada:
a. perseorangan;
b. keluarga;
c. kelompok; dan/atau
d. masyarakat.
Pasal 7
(1) Penanganan fakir miskin dilaksanakan dalam bentuk:
a. pengembangan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id-6-
a. pengembangan potensi diri;
b. bantuan pangan dan sandang;
c. penyediaan pelayanan perumahan;
d. penyediaan pelayanan kesehatan;
e. penyediaan pelayanan pendidikan;
f. penyediaan akses kesempatan kerja dan
berusaha;
g. bantuan hukum; dan/atau
h. pelayanan sosial.
(2) Penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:
a. pemberdayaan kelembagaan masyarakat;
b. peningkatan kapasitas fakir miskin untuk
mengembangkan kemampuan dasar dan
kemampuan berusaha;
c. jaminan dan perlindungan sosial untuk
memberikan rasa aman bagi fakir miskin;
d. kemitraan dan kerja sama antarpemangku
kepentingan; dan/atau
e. koordinasi antara kementerian/lembaga dan
pemerintah daerah.
Bagian Kedua
Pendataan Fakir Miskin
Pasal 8
(1) Menteri menetapkan kriteria fakir miskin sebagai
dasar untuk melaksanakan penanganan fakir miskin.
(2) Dalam . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id-7-
(2) Dalam menetapkan kriteria sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan
kementerian dan lembaga terkait.
(3) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
dasar bagi lembaga yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kegiatan statistik untuk
melakukan pendataan.
(4) Menteri melakukan verifikasi dan validasi terhadap
hasil pendataan yang dilakukan oleh lembaga yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kegiatan statistik sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).
(5) Verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dilakukan secara berkala sekurangkurangnya
2 (dua) tahun sekali.
(6) Verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dikecualikan apabila terjadi situasi dan
kondisi tertentu yang baik secara langsung maupun
tidak langsung mempengaruhi seseorang menjadi
fakir miskin.
(7) Verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dilaksanakan oleh potensi dan sumber
kesejahteraan sosial yang ada di kecamatan,
kelurahan atau desa.
(8) Hasil verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) dilaporkan kepada bupati/walikota.
(9) Bupati/walikota menyampaikan hasil verifikasi dan
validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) kepada
gubernur untuk diteruskan kepada Menteri.
Pasal 9 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id-8-
Pasal 9
(1) Seorang fakir miskin yang belum terdata dapat secara
aktif mendaftarkan diri kepada lurah atau kepala
desa atau nama lain yang sejenis di tempat
tinggalnya.
(2) Kepala keluarga yang telah terdaftar sebagai fakir
miskin wajib melaporkan setiap perubahan data
anggota keluarganya kepada lurah atau kepala desa
atau nama lain yang sejenis di tempat tinggalnya.
(3) Lurah atau kepala desa atau nama lain yang sejenis
wajib menyampaikan pendaftaran atau perubahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
kepada bupati/walikota melalui camat.
(4) Bupati/walikota menyampaikan pendaftaran atau
perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
kepada gubernur untuk diteruskan kepada Menteri.
(5) Dalam hal diperlukan, bupati/walikota dapat
melakukan verifikasi dan validasi terhadap
pendaftaran dan perubahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
Pasal 10
(1) Data yang telah diverifikasi dan validasi harus
berbasis teknologi informasi dan dijadikan sebagai
data terpadu.
(2) Data terpadu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menjadi tanggung jawab Menteri.
(3) Data . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id-9-
(3) Data terpadu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dipergunakan oleh
kementerian/lembaga terkait dalam penanganan fakir
miskin dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(4) Kementerian/lembaga yang menggunakan data
terpadu untuk menangani fakir miskin sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) melaporkan hasil
pelaksanaannya kepada Menteri.
(5) Anggota masyarakat yang tercantum dalam data
terpadu sebagai fakir miskin diberikan kartu
identitas.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai teknologi informasi
dan penerbitan kartu identitas diatur dengan
Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Penetapan
Pasal 11

0 komentar:

Posting Komentar